Ada pemandangan yang setiap hari kelihatan menyedihkan. Tetapi kebanyakan masyarakat tidak memperdulikan sama sekali.
Bapak Halim merupakan salah satu manusia yang suka berdagang. Setiap berdagang dia tidak merasa rugi. Kali ini Pak Halim betul-betul berdagang dengan untung besar.
Pak Halim bersama istrinya jalan ke Mall termegah di Kota dimana Pak Halim bertempat tinggal. Pak Halim mengamati istrinya berbelanja dengan mengikuti di belakang istrinya. Istrinya dengan cekatan mengambil apa sja yang diinginkan dan dimasukkan ke dalam keranjang belanjaannya. Setelah keranjang penuh dan cukup, istri Pak Halim menuju kasir.
Wow ternyata hari ini belanjaan istri Pak Halim mencapai angka tiga juta.
Selain mengamati istrinya, Pak Halim juga memperhatikan Ibu-ibu dan remaja putri lain yang berbelanja di tempat yang sama.
Mereka para Ibu-ibu dan remaja putri berbelanja dengan sangat enjoy, sebab tempatnya bersih dan dingin. Saat membayar di kasir tidak ada kegaduhan tawar menawar harga. Berapapun harga yang tertera dalam barcode dibayar.
Setelah selesai membayar di kasir, seluruh belanjaan dimasukkan kedalam mobil. Pak Halim dan istrinya dengan supirnya meluncur pulang.
“Pak, waduh ada yang ketinggalan, mangga pesenan Bapak belum dibeli.” Kata istrinya.
“Ya sudah nanti kita kan lewat pasar dekat rumah, beli saja disana.” Kata Pak Halim.
“Waduh nanti mangganya tidak manis Pak.” Pak Halim tidak segera menanggapi kekhawatiran istrinya.
“Bener nih Pak, belinya di dekat rumah saja?”
“Yaa Bu, beli di dekat rumah saja, sambil kita pulang.” Kata Pak Halim.
Perjalanan Pak Halim sudah dekat dengan rumahnya. Ada di persimpangan jalan menuju rumah Pak Halim Nampak seorang nenek tua menjual mangga. Pak Halim pun menyuruh supir untuk menepi dan mencari tempat parkir. Pak Halim dan istrinya turun menemui nenek penjual mangga.
“Berapa nek satu kilo?”
“Sepuluh ribu, Buk.”
“Mahal sekali Bu, tujuh ribu ya Bu?”
“Tidak Bu, nenek jual sepuluh ribu.”
“Dah delapan ribu ya Bu, aku beli tiga kilo.”
“Tidak Bu, harganya sepuluh ribu perkilo.”
Pak Halim memperhatikan istrinya menawar berkali-kali mangga yang dijual nenek dari menawar tujuh ribu perkilo sampai harga Sembilan ribu lima ratus rupiah perkilo. Pak Halim heran melihat istrinya dapat menghemat lima ratus perak perkilo kepada nenek tua penjual mangga. Pada saat istri Pak Halim akan membayar kepada nenek penjual mangga, datanglah Pak Hasan yang hendak membeli mangga.
“Berapa Bu harga mangganya perkilo?”
“Sepuluh ribu Pak.”
“Oh ya saya beli sepuluh kilo ya Bu.”
“Ibu ini kembaliannya, seribu lima ratus rupiah, uang Ibu tadi tiga puluh ribu rupiah, terimakasih Ibu.” Kata nenek kepada istri Pak Halim.
“Sepuluh kilo Pak?” kata nenek kepada Pak Hasan.
“Ya Bu sepuluh kilo saja.”
Setelah mangga ditimbang cukup sepuluh kilo, Pak Hasan tidak menawar satu kalipun, bahkan Pak Hasan mengucapkan
“Nenek pandai berdagang dan mangganya bagus-bagus, semoga laris ya Nek.” Sambil menyerahkan uang seratus ribu rupiah.
“Terima kasih..” Jawab Nenek.
Ternyata Pak Halim dan Pak Hasan adalah saling kenal, karena mereka berdua sama-sama bekerja di sebuah perusahaan BUMN. Pak Hasan merupakan atasan Pak Halim di kantornya.
Saat berbincang-bincang sebelum mereka berpisah, karena ada urusan masing-masing, istri Pak Halim menyapa Pak Hasan.
“Assalamualaikum Pak Hasan.. hendak kemana?”
“Oh mau ke panti asuhan anak-anak.”
“Ngomong-ngomong berapa tadi harga mangganya perkilo nya Pak?”
“Murah kok Bu sepuluh ribu.”
“Oh kalau saya yang beliin dapat harga sembilan ribu lima ratus Pak.”
“Oh iya, biarlah Bu mangga nya bagus-bagus kok.” Kata Pak Hasan.
“Ibu dan Pak Halim dari mana?”
“Dari ngantar istri belanja ke mall Pak.” Kata Pak Halim.
“Banyak rupanya belanjanya?”
“Biasalah Pak namanya Ibu-ibu..” Jawab Pak Halim.
Dalam waktu yang sangat terbatas karena hanya bertemu tidak disengaja Pak Hasan pesan kepada Pak Halim
“Saudaraku, aku membeli mangga sepuluh kilo kepada nenek tadi, bukan karena mangga yang dijual nenek itu manis, atau mangga itu murah, melainkan aku ingin menjaga nenek itu menjadi perantara orang seperti Pak Halim dan aku bisa berdagang dengan Allah.
Aku bisa membeli lebih dari sepuluh kilo mangga tanpa menawar, akupun bisa memberi uang seratus ribu kepada nenek penjual mangga itu, tetapi bukan itu tujuanku, aku ingin menjaga kehormatan nenek itu dan beliau tidak menjadi peminta-minta.
Tahukah saudaraku? nenek penjual mangga itu adalah wanita yang hidup sebatang kara. Beliau berusaha keras untuk menjaga dirinya menjadi muslim yang hidupnya tidak meminta-minta. Saudaraku, berdaganglah kepada Allah lewat nenek penjual mangga, semoga saudaraku beruntung. “
Mendengar nasihat dari Pak Hasan sekaligus bosnya di kantor, Pak Halim dan istrinya menyesal telah menawar sampai lima kali kepada nenek penjual mangga. Rasanya ingin menangis dan memeluk nenek penjual mangga lantaran haru setelah mendengar nasihat Pak Hasan.
Akhirnya Pak Halim dan istrinya setiap berbelanja dengan pedagang kecil tidak pernah menawar sampai berkali-kali. Pak Halim ingin menyelamatkan saudaranya dengan cara membeli dagangan sebagaimana yang dinasihatkan Pak Hasan, yakni berdagang kepada Allah agar selalu beruntung.
Penulis: Mustajab Hadi