Cerpen: Memperpanjang Umur

Inprasa.com, Pekanbaru – “Baang…. permintaan abang kepada keluaraga jika abang meninggal minta dikuburkan berdampingan dengan mama dan bapak almarhum, tidaklah menjadi ukuran buat masyarakat lho bang, bahwa abang seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya.

Abanglah yang lebih mengetahui abang anak berbakti atau tidak berbakti kepada mama dan bapak saat keduanya masih hidup”. Kata Mujiati menasehati suami sambil mengelus-elus pundaknya.

Suasana hening…. Badri berfikir, kok dirinya sekarang seperti manusia yang sudah tidak berharga lagi. Badri merenung, waktu Badri melamun melihat gundukan tanah berjajar tiga. Di atasnya tertancap beberapa batu nisan bertuliskan nama Bapak, nama mama dan nama adik kandungnya yang terlebih dulu meninggal.

Dipandangnya ratusan batu nisan bertuliskan nama-nama manusia yang sudah wafat. Badri teringat masa kecilnya saat bercanda dengan mama. Suatu hari Badri bertanya kepada mamanya, (dalam lamunan)

“Maaa…. Badri lahir tanggal berapa maa?”
“Ooohh… memangnya Badri mau ngapain naak?” kata mamanya.

“Badri mau tulis di raport maa”.
“Badri lahir tanggal….. tanggal berapa yaah…?” kata mamanya.

“Lho kok mama lupaa?” kata Badri.
“Oh yaa yaaa sekarang mama ingat, Badri lahir tanggal…. Tanggal 10 April 1963”.

“Betul lho maa…!!”
“Betul! Mama ingat, kamu dulu lahir tanggal 10 April 1963.

“Baaang…… bang, jangan ngelamun, sudahlah… berdoalah buat mama, bapak dan adikmu, semoga Allah memberi ampunan dan ditempatkan di surganya”. Kata Mujiati istrinya.

Badri tersentak, lantaran di tepuk pundaknya oleh istrinya. Badri melamun karena teringat masa kecil bersama mama dan menyadari bahwa dirinya sekarang sudah berusia 56 tahun. Sedang adiknya baru berumur 40 tahun sudah lebih dulu dipanggil Yang Maha Kuasa. Badri teringat sebelum adiknya meninggal, adiknya pernah berpesan ke Badri, “jika aku besok meninggal tolong aku di makamkan di samping ayah dan ibu yaa bang!” Pesan itu sangat kuat membekas di ingatan Badri.

Suatu ketika adiknya meninggal dan dimakamkan di samping Bapak dan ibunya. “Saat itu tidak ada yang protes dari saudara-saudaraku termasuk aku. Kenapa sekarang istriku….. sepertinya tidak membolehkan aku dimakamkan di samping bapak dan mamaku? Apa salahku?” Kata hati Badri sambil pura-pura berdoa untuk ketiga almarhum.

“Buuuk….” Kata Badri memanggil istrinya Mujiati.
“Apa bang?” Kata istrinya.

“Sini!!…. Abang mau ngomong”.
“Apa bang?” Kata istrinya.

“Lihat! Ini kan masih ada tempat ini di samping makam adik, biarlah abang besok di sebelah sini”. Kata Badri sambil menunjuk tanah kosong berukuran 1,5m x 2m yang persis di samping makam adiknya.

“Oh sini ini bang??”

“Iyaa, kan pas ini untuk satu makam, kita pagar aja gimana buuk, biar tidak ditempati orang.” Kata Badri

“Jangan baaang…. ini kan makam milik umum, siapapun boleh memilih minta dimakamkan di sebelah mana termasuk disebelah adik almarhum bang. Selagi itu belum ada yang menempati orang boleh dimakamkan disitu bang”. Kata istrinya Mujiati.

Badri diam. Sesaat kemudian istrinya Mujiati ngomong, “Bang, biarkan sebidang tanah disamping makam adik ini seperti ini, tidak usah dipagar. Jika memang Allah menakdirkan abang yang akan menempati, pasti abang yang akan mempunyai kesempatan untuk berdampingan dengan Bapak, mama dan adik abang, benarkan bang?” Kata istrinya

Badri pun tidak menjawab. Badri hanya mengangguk, tanda sependapat dengan pikiran istrinya.

“Yaa Allah Yaa Robbi…. Ampuni hambamu Yaa Robbi, ampunilah diriku dan kedua orang tuaku, dan ampunilah anak dan istriku serta ampunilah semua dosa keluargaku, baik saudara kandung maupun saudara sesama muslim Yaa Allah”. Kata Badri yang tiba-tiba menadahkan tangan dan berdoa sambil menangis.

Badri menyadari semua yang dilakukan tidak akan ada artinya kecuali hanya amal yang baik. Tanah berhekar-hektar, kekayaan, jabatan, anak yang sukses berbisnis, istri yang cantik, semuanya bakal berakhir saat kematian menjemputnya.

Inilah faedah ziarah kubur yang aku dapatkan. Jangankan memerlukan ratusan meter untuk meletakkan jasadku besok, 1,5 x 2m pun sudah cukup, bahkan kurang dari 1,5 x 200m pun sudah cukup untuk ditinggali jenazah, sampai Allah membangkitkan aku kelak.

Mengapa banyak manusia serakah, yang semasa hidupnya senang menguasai lahan sampai ribuan hektar, bahkan ada yang sampai merampas lahan orang lain. Padahal jasad mereka hanya butuh kurang dari 1,5 x 2m saja untuk ditinggali selama mereka dialam kubur.

“Ya udah bang, hari sudah gelap, yuk kita pulang, nanti kita ketinggalan pesawat, jalan macet lho bang”. Kata Mujiati sambil mengelus-elus pundak suaminya.

Karena hari sudah mulai gelap, Badri pun mengakhiri baca-baca doanya. Kemudian menutup doanya dengan kata-kata Aamiin.

Akhirnya Badri dan istrinya meninggalkan makam bapak, mama dan adiknya. Di parkiran jalan yang menuju makam, mobil mewah dan sopirnya sudah menunggu. Badri dan istrinya pergi menaiki mobil pribadinya dengan dikemudikan sopir pak Nursalim.

Biasanya jika pak Badri bepergian dengan sopir pak Nursalim, ia bercerita kesana kemari, kali ini pak Badri diam, tidak tahu apa sebabnya.

“Pak, pesawat jam berapa pak?” kata pak Nursalim sopir pribadinya.
“Jam 19.25 pak Nur”. Kata Mujiati istrinya Badri.
“Oh iya buu”. Kata Nursalim.
“Ini mampir ke rumah dulu atau langsung ke bandara buu?”
“Bagaimana bang?” kata Mujiati sambil melihat suaminya yang lemas, seperti tidak bersemangat.

“Gimana bang?” kata Mujiati mengulangi pertanyaan yang belum dijawab Badri.
“Kerumah dulu saja pak Nur, aku mau istirahat dulu sebentar, kalau sempat ya berangkat ke Jakarta mala mini, kalau tidak sempat berangkat besok pagi.” Kata Badri dengan nada rendah dan kurang semangat.

“Bapak kok kayaknya kecapek an, istirahat dulu aja ya pak?” Kata Nursalim supir kesayangan pak Badri.

“Iyaa pak Nur, aku masih capek, lagian apa yang kita kejar pak Nur”. Kata Badri.
Akhirnya mobil yang dikemudikan Pak Nur Salim memasuki halaman rumah Pak Badri. Setelah mobil terparkir, Pak Badri keluar dan mengajak Pak Nursalm masuk kerumah.

“Masuk dulu Pak Nur”. Kata Pak Badri
“Oh iyaa Pak, Saya mau membersihkan mobil dulu”.

“Tidak usah.. besok saja mobilnya di cuci”. Kata Pak Badri.
“Iyaa Pak, tidak apa, saya disini saja.” Kata Pak Nursalim.

“Yasudah aku masuk kerumah dulu yaa”
“Iyaa Pak”. Balas pak Nursalim.

Akhirnya Pak Badri masuk ke rumah. Sehabis mandi, Pak Badri shalat maghrib bersama istrinya. Sehabis sholat maghrib, rencana akan pergi ke Bandara, terbang menuju Jakarta. Karena matanya terasa ngantuk, Pak Badri mau istirahat tiduran sebentar. Sedang istrinya, keluar rumah untuk keperluan sesuatu.

Mata Pak Badri sudah tidak kuat lagi untuk diajak berlama-lama mengobrol, akhirnya Pak Badri tertidur.

Dalam tidurnya, Badri mendengar sayup-sayup bacaan Al-Quran Surat Al-Maaa’un.
Redanya bacaan surat Al-Maaun terdengar suara gesekan sendal seperti ada orang yang sedang berjalan mendekat ke tempat tidur Pak Badri.

“Badriii apa yang dapat kau lihat di sebrang itu” kata seseorang berbaju putih tapi tidak jelas wajahnya.

“Yang mana tuan?” Jawab Badri.
“Tengoklah… itu disebrang jalan” kata suara pemilik baju putih.

“Oh tuan… itu adalah Nursalim Sopirku, sedang persiapan pesta, dia mau menikah seminggu lagi” Kata Badri.

“Tuan maaf, tuan siapa?” Kata Badri.
“Wahai umat Muhammad, tidak penting kamu mengetahui siapa saya”. Jawab orang yang berbaju putih.

“Saya mendengar suara tuan sangat jelas, tetapi saya tidak bisa mengenalmu tuan”. Kata Badri.
“Bolehlah kalau begitu, sekarang aku sampaikan kepadamu, aku adalah pembantu Allah yang bertugas mencabut nyawa seseorang”.

Saat mendengar penjelasan makhluk berbaju serba putih Badri gemetaran, dan ia merasa akan dicabut nyawanya sebentar lagi.

“Wahai malaikat maut… berilah aku tenggang waktu beberapa bulam untuk beramal sebanyak-banyaknya, aku belum siap tuan jika harus tuan renggut nyawaku saat ini tuan” Kata Badri memelas penuh dengan ketakutan.

“Wahai Badri aku datang kepadamu bukan untuk mencabut nyawamu”.
“Lantas apa tuan yang bisa  aku bantu?”. Semangat Badri bertanya.

“Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu yakni, anak muda yang menjadi supir pribadimu, sebentar lagi akan aku cabut nyawanya, sedang ia akan menikah sebentar lagi kan?”

“Aduuh Tuaan tolonglah… berilah tenggang beberapa bulan lagi, agar Nursalim supirku berkesempatan menjalankan sunnah Rasul, dia sudah lama merenceanakan pesta ini Tuaan, tolong” Kata Badri.

“Tidak bisa, ini perintah Allah, besok aku akan menemuimu kembali” Kata bayangan berbaju putih itu.

Badripun tidak bisa berbuat banyak, lantaran itu urusan Allah. Sehabis bayangan putih itu berkata aku akan menemuimu kembali, bayangan itu lenyap tidak terlihat tanpa meninggalkan bekas apapun.

Sesaat kemudian hari sudah mulai gelap, malampun berubah menjadi siang.

Badri menangis, hatinya sangat sedih, kasihan nasib yang menimpa Nursalim. Karena seminggu lagi dia mau menikah, namun besok pagi dia harus mati.

Selain kasihan dengan Nursalim, Badri juga merasa kasihan dengan Laila, calon istrinya Nursalim.

Laila sudah menyebar undangan pernikahannya dengan Nursalim lebih dari tiga kampung. Kesedihan Badri hari ini sampai membuat lupa kalau siang hari ini sudah masuk malam hari dan berubah lagi menjadi pagi lagi. Padahal menurut malaikat maut siang ini Nursalim mau dicabut nyawanya. Badri bedoa, semoga malaikat maut lupa akan tugasnya hari ini dan semoga nyawa Nursalim bisa bersembunyi, sehingga tidak dicabut oleh malaikat maut hari ini.

Sepanjang hari ini Badri berdoa, untuk keselamatan Nursaim, bahkan Badri membebaskan Nursalim tidak bekerja mengendarai mobil hari ini. Detik demi detik berjalan, menit demi menit telah dilalui, bahkan hari yang semula panas, mulai berangsur dingin. Hari yang semula terang mulai gelap. Pergantian siang dan malam sudah terjadi dua kali.

Badri bingung, dalam situasi bingung Badri merenung. Dalam renungannya terlintas pikiran “Nursalim kok tdak jadi dicabut nyawanya, apakah doaku dikabulkan Allah ataukah malaikat lupa”. Saat pikiran itu muncul di otak Badri terdengarlah suara “Wahai Badri, aku datang kepadamu, Badri mengapa kamu melamun?” Kata bayangan putih yang telah datang 2 hari yang lalu.

“Tuaan maafkan aku tuaaan” Kata Badri.
“Apa yang kamu lamunkan Badri?”

“Saya melamum tentang nasib supirku Nursalim, dia masih hidup dan sehat wal afiat, apakah tuan lupa atau ada hal lain sehingga sopirku Nursalim sampai saat ini masih hidup?”

“Ooh itu yang kamu lamunkan Badri, ketahuilah Badri saat aku datang pertama untuk mencabut nyawa Nursalim, ternyata ia sedang menyantuni anak yatim.

Kemudian waktu aku datang yang kedua untuk mencabut nyawanya, Nursalim sedang berdakwah, dalam dakwahnya Nursalim menganjurkan agar orang-orang yang mempunyai kelebihan rezeki/harta untuk rajin bersedekah.

“Kemudian aku datang ketiga kali untuk mencabut nyawanya, Nursalim sedang sholat, dan saat aku datang yang ke empat untuk mencabut nyawanya, Nursalim sedang bodoa, Nursalim berdoa agar dirinya dijadikan orang yang termasuk kedalam orang penjaga agama Islam. Orang yang ada manfaatnya terhadap orang lain. Orang yang diberi kesempatan oleh Allah untuk menjadi orang yang kalau beribadah, hanya mengharap ridhonya, dan tidak berharap ridho dari siapapun”.

“Oooh Tuaan.. maafkan aku, terus bagaimana nasib Nursalim kemudian tuan?” Tanya Badri setelah meminta kejelasan

“Saat aku datang yang ke lima kali untuk mencabut nyawa Nursalim, aku diperintahkan Allah agar nyawa Nursalim ditunda untuk dicabut. Allah member perintah menunda lantaran Nursalim sedang melaksanakan perintah Allah yakni melawan orang-orang yang disebut dalam surat Al Maaun”

Sesaat setelah memberi penjelasan alasan Nursalim tidak jadi di cabut nyawanya, bayangan berbaju putih itu lenyap seketika tanpa bekas.

“Baang.. bang,  bangun ayo berangkat”. Kata istrinya Mujiati membangunkan suaminya yang sedang tertidur.

Pak Badri pun terbuka matanya, Pak Badri merasa heran mimpi dalam tidur kali seperti terjadi dalam dunia nyata.

“Buuu… besok saja berangkatnya”
“Kenapa baaang” Tanya istinya.
“Sudahlah, pokoknya besok saja ke Jakartanya, tolong panggil Pak Nursalim, aku mau berbicara” Kata Pak Badri

“Baik baaang”. Kata istrinya.

Mujiati mencari supir pribadinya, setelah beberapa tempat dicari tidak nampak batang hidungnya, dicarinya di musholla samping rumah Pak Badri, ternyata Pak Nursalim sedang sholat. Karena Pak Nursalim sedang sholat, istri Pak Badri menunggu di dekat musholla untuk mengajak Pak Badri menemui suaminya. Akhirnya setelah selesai shalat, Pak Nursalim menghadap ke Pak Badri.

“Pak Nurr… maafkan aku ya pak, mana tahu ada tutur kata maupun tindakan saya yang menyakiti Pak Nur”.

“Iya Pak sama sama, jadi berangkat sekarang pak?” Tanya Pak Nursalim.
“Tidak, besok malam saja, aku besok pagi mau berkunjung ke panti asuhan anak yatim dulu, tolong aku diantar ya pak”. Kata Pak Badri.

“Oh yaa pak, jam berapa pak?” Kata Pak Nursalim.
“Pagi saja jam 7.30 biar udara masih segar”. Kata Pak Badri.
“Yaa Pak”

Pada pagi harinya Pak Badri, istrinya, dan Pak Nursalim menuju Panti Asuhan anak yatim. Pak Badri bersedekah beberapa ratus ribu untuk anak-anak yatim di panti asuhan tersebut.

Pak Nursalim pun mendapat sedekah dari Pak Badri dua kali gajinya.

Pak Nursalim sudah ikut Pak Badri sejak ia diambil dari panti asuhan yang sekarang dikunjungi Pak Badri sepuluh tahun yang lalu. Sehingga pak Nursalm tidak asing dengan Panti Asuhan yang dikunjungi hari ini.

Semenjak Pak Badri menjadi donator utama panti asuhan anak yatim, usaha Pak Badri bertambah sukses dan pikirannya menjadi tentram. Sekarang Pak Badri sudah siap kapanpun bila bayangan putih yang pernah menemui mendatanginya, Pak Badri pun tidak mempermasalahkan dan rela dikuburkan dimanapun suatu saat dirinya meninggal.

Pak Badri meyakini bahwa kuburan hanyalah tempat transit jasad untuk dihancuran Allah agar menyatu dengan tanah. Dimanapun jasad dikuburkan tidak masalah. Yang terpenting adalah nyawa atau ruh yang menjadi jiwa jasad itu harus bersih dan cukup amal untuk bekal menghadap Allah.

Badri pun sudah tidak memaksakan kehendak harus dimakamkan disamping Bapak, Ibu dan Adiknya yang terlebih dahulu meninggal.

Badri bersyukur mempunyai istri yang mengerti akan perasaan suami, dia dapat memahami bahwa dirinya sangat menyesal tidak dapat menyenangkan kedua orangtuanya, sampai keduanya meninggal dunia.

Yang bisa dilakukan Badri sekarang hanyalah mengirimkan doa dan mengunjungi sahabat-sahabat kedua orang tuanya yang masih hidup.

Badri berpendapat dengan mengirimkan doa dan bersilaturrahmi dengan sahabat kedua orang tuanya serta menyantuni anak yatim, memberi nafkah kepada fakir miskin sebagaimana peringatan Allah dalam Surat Al-Maaun umurnya akan lebih berguna.

Akhirnya Badri selalu ingat apa yang dikatakan bayangan putih dalam mimpinya.

Related Post

Leave a Comment