Syekh Said Ramadhan Al-Buthy

Inprasa.com, Pekanbaru –  Kaget tak terkira H. Azhar melihat orang-orang berkerumun di hamparan padang pasir yang sangat luas. Mereka seperti tidak terkomando. Ada yang duduk sambil memegangi kepala, ada pula yang berdiri sambil tangannya memukul-mukul dahinya. Bahkan ada yang menangis tetapi tidak keluar air matanya sedikitpun.

“Saudara-saudara kita ini dizalimi oleh Tuhan, kita dikhianati oleh Tuhan, ayo kita protes kepada Tuhan, kita demo Tuhan, kenapa kita dibiarkan bediri kepanasan di padang pasir ini, bukankah seluruh Perintah dan LaranganNya sudah kita jalani.” seru H. Azhar kepada sekerumunan orang di tempat yang sangat panas udaranya itu.

“Betul-betul, kita ini kurang apa?, Umroh tiap tahun kita jalani, berhaji sudah tiga kali semasa hidupku, bahkan setiap hari dua jam sebelum shalat shubuh sudah aku kumandangkan pujian lewat pengeras suara masjid, Kita kok masih juga didiamkan Tuhan apa sebenarnya kemauanNya,” seru yang lain yang juga tidak paham karena apa Tuhan membiarkan dirinya dan teman-teman yang lain yang menurut obrolan mereka di padang pasir waktu hidup di dunia juga suka bersedekah dan menyantuni anak-anak yatim.

“Kita sepakat saudara-saudara, kita menuntut Tuhan supaya segera memasukkan kita semua ke SurgaNya. Sebagaimana janjinya waktu kita di dunia. Jika tuntutan kita di tolak kita ancam dengan mengumpulkan Lebih banyak lagi orang untuk mendemoNya” seru H. Azhar berapi-api.
“Setujuuu,” seru kelompok lain yang jumlahnya tidak kalah banyak yang saat itu ada di Padang pasir paling ujung.

H. Azhar pun menghadap Tuhan diikuti beberapa rombongan yang menuntut penjelasan kenapa dirinya dan teman-teman Lainnya dibiarkan terpapar di padang pasir yang Cukup menyiksa.

“Wahai Tuhan kami, hambamu menghadap dan menghaturkan sembah sujud, berikan kami semua ampunan dan berikan kami penjelasan kenapa kami dibiarkan kehausan di padang pasir yang panas ini, bukankah kami semua sudah menjalankan PerintahMu dan menjauhi LaranganMu ya Tuhan, Segerakanlah pintu Surga dibuka agar kami memasukinya, Bukankah JanjiMu kami semua diharamkan oleh api neraka. Lihatlah Tuhan kami, kita semua yang saat ini menghadap Tuhan sepakat untuk menuntut janjiMu. Jangan sampai kita semua akan mengumpulkan pendemo lebih banyak lagi mendemo Tuhan, jika permintaan kita semua tidak dikabulkan”, kata H. Azhar sebagai juru bicara para pendemo yang menuntut keadilan dan menuntut balas amalan di dunia.

“Ooh kamu ini orang-orang Indonesia ya?”

“Betul Tuhanku,” saut seluruh rombongan yang berdemo, Seolah Tuhan akan menanggapi tuntutannya.

“Bangsa yang selalu menggunakan gelar Haji buat menaruh simpati saat kampanye itu ya?, bangsa yang setiap tahun bisa pergi umroh biar dianggap orang soleh ya?, Bangsa yang selalu memuji-muji Aku diwaktu orang lain sedang Istirahat lantaran kecapekkan seharian menjadi buruh panggul di Pasar, Bangsa yang memujiKu dengan pengeras suara sampai membuat orang lain terganggu, yang memujiKu tidak memikirkan tetangga sekitar bahwa suara pengeras suara yang kalian bunyikan terlalu keras itu ya?, Bangsa yang bisa menyembelih Sapi saat Idul Adha sebanyak 10 ekor biar citranya bagus itu ya?, Bangsa yang menyantuni anak-anak yatim demi mendapatkan suara saat Pilkada ya?”.

Semuanya terdiam tidak satupun yang berani bersuara, bahkan para pendemo hanya saling berpandangan karena yang disampaikan Tuhan persis yang dilakukakan di dunia.

“Kalian semua mengira, bahwa Tuhanmu bertempat tinggal di Makkah, sehingga kewajiban haji hanya sekali se umur hidup kalian lakukan berkali-kali, bahkan kalian lupa ada saudaramu yang berkeinginan naik haji sudah menantikan puluhan tahun tidak juga diberangkatkan, lantaran kalian berlaku curang menyogok petugas supaya bisa berangkat duluan yang mengakibatkan saudaramu tidak jadi berangkat. Kalian juga mengira dengan umroh setiap tahun kalian akan dengan mudah masuk surga, sedang tujuan haji dan umrohmu hanya bertujuan untuk membuat citra dirimu baik dimata pemilih saat pilkada.”

Mereka bertambah kaget dan saling berpandangan satu dengan yang lain. Bahkan mereka setengah tidak percaya dan berfikir “Kok Tuhan tahu ya semua yang aku lakukan, Celaka aku”.

“Wahai malaikat giringlah mereka kearah sana ketepian surga dan masukkanlah ke neraka! Cucilah sifat-sifat jeleknya hingga mereka layak masuk Surgaku”.

Pucatlah mereka semua, tidak ada satupun pendemo yang berani berkata. Mereka lesu dan seperti tidak bertenaga mendengar perintah Tuhan kepada Malaikat supaya seluruh Pendemo diarahkan ke tepian Surga dan dimasukkan dalam Neraka.

H. Azhar pun tidak berkutik mendengar perintah itu, cuma dalam hatinya belum puas kenapa kebaikan-kebaikan lain tidak diperhitungkan kalaulah dalam hal Haji dan Umroh salah niat, dan berakibat tidak diterima amalnya.

Sambil berjalan bersama rombongan H. Azhar memberanikan diri bertanya kepada malaikat yang menggiringnya ke Neraka.

“Bagaimana amalku yang lain wahai malaikat, kami semua sudah berkorban dengan menyembelih sepuluh ekor sapi, saat Lebaran Haji. Memberikan nasi bungkus untuk seribu anak yatim dan rajin shalat di masjid. Bahkan sampai orang-orang belum bangun tidur kami semua sudah menghidupkan pengeras suara memutar pujian-pujian dua jam sebelum sahalat shubuh dimulai, bagaimana Tuhan tidak menghargai itu semua?”

“Itulah masalahnya, kalian semua salah niat beribadahnya, dikira Tuhan itu berkenan kalian menyembelih sapi, bersedekah sampai seribuan bungkus nasi buat anak yatim, memujiNya dengan Pengeras suara sampai mengganggu saudaramu yang lain hanya dengan harapan kalian mendapat Simpati dari sesama manusia,”.

“Tidak! Tuhan hanya menerima ibadahmu karena ketulusan untukNya bukan untuk yang lain, ibadahmu baik, cuma ibadah kalian sudah mendapat balasan di dunia, kalian sudah menjadi orang terkenal, itu kesalahan kalian,” tegas Malaikat terus menggiring mereka semua ke neraka.

Begitulah cerita kakek Muslih kepada bapakku yang aku dengar waktu aku masih duduk di bangku SMP kelas IX

Bapakku nampak sedih saat menceritakan Kisah Kakeknya yang semasa hidupnya menjadi pemimpin Pondok Pesantren di kampungnya.

Kakek Muslih telah meninggal, padahal Bapakku berharap masih banyak lagi Kisah-kisah yang lain yang ingin didengarnya agar kelak bisa juga diceritakan ke anak dan cucunya.

Penulis: Mustajab Hadi

Related Post

Leave a Comment