PR Si Pia di Buku Kurtilas, Kurikulum Tanpa Tilas

Beginilah calon Ibu ini belajar buku TEMATIK. Buku kurtilas atau kurikulum 13. Jika dijardowosokkan kurikulum tanpa tilas.

Kurikulum Kurtilas yang menjadikan semua materi pembelajaran jadi satu belanga. Baik guru murid maupun orangtua sampai saat ini gak mudeng-mudeng tentang konten isi buku tersebut.

” Tolong Pa, gimana maksud pertanyaan buku ini?,” kata generasi milenial yang sekarang baru duduk di bangku SD Kelas 6 ini.

“Aduh Papa juga kagak mudeng, coba Papa tanyakan ke Bu Peni Bu Guru tetangga sebelah, beliau kan Guru kelas 6,” Kata Pak Mus menghibur anaknya yang kesulitan memahami konten dan pertanyaan buku Tematik yang ia pelajari.

Tok.. tok.. tok.. “Assalamualaikum Bu..”

“Waalaikumsalam, ada apa Pak Mus? Tumben pagi-pagi bawa buku, habis belajar ya?”

“Anu Bu, si Pia anakku bertanya ke saya soal ini loh Bu, buku ini saya kagaak mudeng,” sambil menyodorkan buku tematik ke Bu Peni.

“Halah Pak, Aku ini sudah mengajar tematik kelas 6 sejak 2014 yo gak mudeng maksudnya, hamboh Pak,” jawab Bu Peni sambil membetulkan kondenya yang mau jatuh.

Waa lha dallah gimana ini Bu Peni? Mau ditumpuk pagi ini Bu PR nya.”

“Halah ya dikerjain sak bisane saja Pak, nanti Guru nya Pia Aku telponne.”

“Oh gitu ya Bu, terimakasih kalau begitu, Assalamualaikum..”

“Waalaikumsalam…,” jawab Bu Peni singkat sambil tersenyum tapi setengah judek mikir kahanan pendidikan sekarang ini.

“Sebenarnya opo toh, kok rasanya hambar, tidak berbekas soal yang saya ajarkan kepada anak-anak.” Begitulah perasaan dan kondisi guru-guru SD sekarang ini.

Saat galau memikirkan kurtilas, Bu Peni menyempatkan membaca Al-Qur’an surat Lukman Ayat 12 sampai 20.

Disitulah Bu Peni menemukan hakekat pendidikan yang benar. Ayat tersebut mengajarkan bersyukur (12), tidak menyekutukan Allah (13), berbudi luhur (14), menggunakan logika atau nalar (15), bertanggung jawab baik pribadi maupun kelompok (16), memberi contoh kebaikan mencegah kemungkaran (17), rendah hati toleransi saling menghargai satu sama lain (18-19), penggunaan teknologi agar mempermudah memahami kekuasaan Allah dan mempermudah mencapai tujuan hidup manusia (20).

Bu Peni sadar betul bahwa apa yang ada di Al-Qur’an surat Lukman yang baru ia baca sangat realistis dan cocok untuk diajarkan kepada lintas generasi saling menyalahkan.

Dalam hati Bu Peni berkata “Wahai para pemimpin di negeri yang kaya nan indah ini, cobalah renungkan sejenak! Apa tujuan negara ini dulu didirikan?siapa para pendirinya? Siapa yang paling banyak mati sahid dalm perjuangan?

Apakah ada yang protes dari non-muslim yang saat itu sama-sama berjuang pekikkan kalimat Allahuakbar menjadi motivasi para pejuang mengusir penjajah?.

Jika itu kalian renungkan dan kalian hayati betul-betul, jangankan kalian berani menuduh saudaramu mau memberontak ke pemerintah, menyebut radikal intoleranpun tidak akan sanggup kalian ucapkan.

Sadarlah saudaraku.. kata-kata radikal intoleran hanyalah kata yang dibuat-buat bangsa yang ingin mengadu domba anak-anak yang lahir di bumi Indonesia, mereka berkeinginan kita ini bertengkar, sebagai mana jaman penjajahan dulu.

Dengan bertengkar sesama anak bangsa Indonesia mereka berharap dapat keuntungan, yakni seolah-olah mereka akan dianggap menjadi pembela atau penolong salah satu pihak yang bertengkar.

Padahal mereka sengaja menginginkan kita bertengkar hingga lemah kondisinya. Sadarlah jika kita lemah akibat diadu domba, mereka akan memasukkan kita bersama-sama ke jurang kehancuran. Itulah sifat tamak para penjajah.”

“Buuu.. berangkat dulu Buuu…” kata Pak Mus menyapa Bu Peni yang sedang termenung di teras rumahnya.

“Hoo iya Pak Mus, saya bisa telat nii..,” jawab Bu Peni yang sadar bahwa sudah jam 6:30 pagi yang seharusnya sudah mengajar tematik kelas 6.

Related Post

Leave a Comment