Semakin menutup rapat informasi bagaimana sebenarnya kondisi ekonomi Indonesia kepada rakyat, Negara akan semakin cepat mendekati kehancuran. Meskipun rakyat tidak mengetahui persis kondisi ekonomi Negara saat ini, namun rakyat merasakan ada gejala bahwa Negara mengalami kesulitan dibidang ekonomi. Ingatlah ungkapan orang bijak mengatakan “ikan busuk dimulai dari kepalanya”.
Apa makna dibalik ungkapan orang bijak itu?, ungkapan itu dapat dimaknai, bahwa kebusukan pemerintahan dimulai dari kepala pemerintahan. Contoh, jika kondisi ekonomi bobrok berskala nasional maka Presidennyalah yang tidak cakap memimpin.
Jika tingkat Provinsi bobrok ekonominya, maka Guberurnya yang tidak becus memimpin Provinsi tersebut. Demikian juga jka yang bobrok ekonomi hanya setara Kabupaten/Kota, maka yang perlu diganti Bupati/Walikotanya, karena merekalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi sesuai perjenjangan kekuasaannya.
Bagaimana jika bobrok ekonominya mulai dari Kabupaten/Kota sampai tingkat Nasional? Kalau ada kasus seperti itu tentu yang perlu dipersalahkan komandan rezim yang berkuasa saat itu, yakni seorang Presiden.
Seperti kondisi Bangsa Indonesia saat ini ekonominya sangat mengkhawatirkan. Hal ini dapat dideteksi dari beberapa indikator yang dapat dirasakan masyarakat seperti ;
Dari sepuluh indikator yang ada di atas saat ini semuanya telah terjadi. Penulis akan mengambil contoh satu dari sepuluh indikator tanda Negeri ini sedang tidak sehat. Misalnya indikator No. 8, yakni “tidak jelas TUPOKSI antar lembaga pemerintah dengan lembaga lainnya” yang terjadi di Provinsi Riau. Apa itu contohnya?
Pada tanggal 22 Agustus 2019, Gubernur Riau telah menerbitkan instruksi kepada Bupati/Walikota se Provinsi Riau No. 423/Disdik/2019 perihal instruksi Penetapan Kurikulum dan Pelaksanaan Muatan Lokal Budaya Melayu Riau dan instruksi Gubernur No. 424/Disdik/2019 tanggal 22 Agustus 2019 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya melyau Riau.
Surat edaran Gubernur Riau perihal Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau No. 424/Disdik/2019 tanggal 22 Agustus 2019 sekilas tidak ada yang janggal. Tetapi kalau kita cermati lebih dalam, ada yang perlu dipertanyakan, kalimat itu berbunyi:
“Dengan hormat,
Merujuk pada Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau serta Keputusan Gubernur Riau tentang Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau pada Pendidikan Menengah di Provinsi Riau Nomor Ktps. 921/VIII/2019, diinstruksikan kepada seluruh SMA/SMK/MA sederajat untuk dapat melaksanakan pembelajaran Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau mulai tahun pelajaran 2019/2020.
Teknis pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu mengacu pada Permendikbud Nomor 79 tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013.
Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau edisi revisi Tahun 2019 yang telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor Ktps. 921/VIII/2019 tentang Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau pada Pendidikan Menengah di Provinsi Riau. Untuk penjelasan lebih lanjut terkait pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau dapat berkoordinasi dengan Lembaga Adat Melayu Riau dan Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
Demikian disampaikan agar dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku.”
Pertanyaan dari masyarakat misalnya ;
Coba kalau mengacu ke Perda Provinsi Riau No. 5 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pergub Riau No. 45 Tahun 2018 tentang Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau, lembaga utama yang berwenang menyusun Kurikulum adalah Dinas. Dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi Riau sedangkan menurut surat edaran yang di kutip di atas begitu sampai di pelaksanaan pembelajaran konsultasinya pertama ke LAM-Riau. Ini pasti ada apa-apanya?
Sebegitu lemahkah posisi Negara Indonesia ini? Sehingga lembaga formal yang bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang memiliki aparatur dan struktur organisasi sampai ke pelosok desa di seluruh wilayah Republik Indonesia tidak sanggup menjadi narasumber utama dalam Penyusunan Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau?
Ada sumber yang layak dipercaya, mengatakan bahwa revisi Kurikulum Budaya Melayu Riau tidak mengadopsi saran dan masukan dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Terus ada kepentingan apa sampai urusan Kurikulum yang menjadi kewenangan Dinas diambil lembaga lain? Ini contoh kongkrit Negara sedang ada masalah.
Banyak hal harus segera dibenahi agar perjalanan pemerintahan berjalan sesuai TUPOKSI nya masing-masing. Jika contoh yang disampaikan di atas tidak segera diluruskan, berarti Negara memang sedang menuju kebangkrutan.
Contoh lain ;
Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau, keduanya mewajibkan bahwa anak SD s.d. SMA wajib belajar Budaya Melayu Riau. Namun dalam Perda dan Pergub tidak disebutkan, dalam pelaksanaannya anak-anak belajar Budaya Melayu Riau itu bahan ajarnya diadakan dengan anggaran dari mana?
Sedang surat edaran Bapak Gubernur Nomor 424/Disdik/2018 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau acuannya adalah Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014, dimana menurut Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 pasal 8 ayat 1 s/d 3 dan pasal 10 ayat 1 s/d 4 yang berbunyi ;
PASAL 8
PASAL 10
Dengan kutipan Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 Pasal 2 dan 3 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 Pemerintah Daerah Provinsi Riau wajib menanggung biaya dalam menjalankan pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau.
Apakah Pemprov Riau saat ini atau tahun 2019/2020 telah menganggarkan untuk pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau ini?
Jika belum apakah tidak sebaiknya instruksi Bapak Gubernur tersebut diberlakukan tahun ajaran baru tahun 2020/2021 sambil mempersiapkan bahan ajar dan guru-gurunya, sebab jika proses pembelajaran menggunakan Kurikulum hasil revisi tahun 2019 di berlakukan tahun ajaran 2019/2020, pasti bahan ajarnya juga belum ada dan sekolah akan menghadapi persoalan dana untuk mengadakan buku ajarnya? Terlebih para pemimpin rakyat ini telah berikrar bahwa pemerintah telah membuat kebijakan “Sekolah Gratis”. Janganlah guru disalah-salahkan jika guru Budaya Melayu Riau dengan konsisten melaksanakan instruksi Bapak Gubernur di atas.
Jika Pemprov Riau belum menganggarkan untuk pengadaan bahan ajar Budaya Melayu Riau dan tidak ada uang, jujur sajalah kepada rakyat, tidak usah sok membuat slogan yang menipu rakyat seperti slogan “Sekolah Gratis”.
Masyarakat tidak suka dan justru benci jika memang kondisi Negara sakit tetapi pemimpinnya melakukan pencitraan sok kaya yang nyatanya membiayai wajib belajar 12 tahun sejatinya belum mampu. Jujur saja kepada rakyat, pasti rakyat bersedia gotong royong membantu sekolah. Selama dikelola transparan dan pemerintah jujur kepada rakyatnya, pasti rakyat bersedia berkorban demi anak-anaknya. Jangan sibuk membuat slogan “Sekolah Gratis”, sementara membayar gaji guru honorer saja tidak sanggup.
Berhenti dan sadar sesadar-sadarnya bahwa slogan “Sekolah Gratis” justru merugikan rakyat. Jujur saja kepada rakyat, pasti rakyat akan mengerti kesulitan pemerintah. Tetapi jika para pemimpin selalu buat pencitraan dan bersikap sok Negara ini kaya, dan tetap ngeyel melakukan pencitraan, sedang keuangan Negara megab-megab, tunggu segala sesuatunya akan rugi semuanya.
Dua contoh persoalan di atas dapat dipergunakan untuk menilai bagaimana sebenarnya kondisi pengelolaan pemerintahan Provinsi Riau. Kritik dan saran dari masyarakat yang bersifat membangun sebaiknya ditanggapi dengan baik, jangan justru ada kritik dan saran dari masyarakat, pemerintah jumawa cari-cari kesalahan dari masyarakat. Sadarlah para penguasa kalian bekerja atas perintah rakyat.
Rakyat telah menunjuk wakilnya di DPR Republik Indonesia, DPRD tingkat Provinsi, DPRD tingkat Kabupaten/Kota, untuk membuat anggaran dan mengawasi penguasa dalam menjalankan tugas dari rakyat. Jangan pernah terlintas di benak penguasa untuk menipu rakyat. Sebab rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi di Negara Indonesia ini.
Kalian semua harus sadar bahwa semua penguasa telah diberi gaji oleh rakyat, maka penguasa harus bekerja untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri dan golongannya. Itulah hakikat kita ini berdemokrasi. Jika hal demikian dapat berjalan sebagaimana aturan yang sudah disepakati bersama, Insya Allah Negara Republik Indonesia akan aman, sebagaimana tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jujur saja kepada rakyat, pasti rakyat akan mengerti kesulitan pemerintah