Waktu kita belajar ilmu fisika, kita mengenal hukum kekekalan energi, yang berbunyi “Energi tidak dapat diciptakan dan energi tidak dapat dimusnahkan”

Teori tentang hukum kekekalan energi ternyata banyak ahli Fisika mengakui, memang energi tidak bisa diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan. Energi hanya berubah bentuk dari energi satu pindah ke energi lain.

Tidak ketinggalan para ahli Ekonomi, khususnya ahli Ekonomi berwatak imperialis, mereka juga menemukan hukum kekekalan kemiskinan. Para ekonom imperialis membuat dalil bahwa “Kemiskinan tidak dapat diciptakan dan kemiskinan tidak dapat dimusnahkan.” Untuk mendukung dalil mereka maka dicarikan ayat-ayat dalam kitab suci dan pasal dalam UUD 1945 “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara” UUD 1945 Pasal 34 ayat 1.

Arti secara harifah Negara melanggengkan adanya Fakir miskin dan anak-anak terlantar, sebab pasal ini tidak akan pernah ada jika negara kita tidak ada Fakir miskin dan anak terlantar.

Oleh karenanya agar pasal ini tetap sesuai dengan keadaan zaman, Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Menurut pikiran Imperialis, untuk bisa tetap memelihara hukum kekekalan kemiskinan, harus dibentuk Departemen yang khusus melanggengkan hukum kekekalan kemiskinan ini. Sedangkan Departemen yang dapat melanggengkan kemiskinan menurut ekonom Imperialis adalah Departemen Sosial. Tugas utama departemen sosial bentukan mereka diantaranya;

  • Memindahkan kemiskinan dari satu titik ke titik yang lain
  • Mejaga dan menjamin agar kemiskinan selalu terjaga keberadaanya dengan cara meninabobokkan para Fakir miskin dengan bantuan tunai tanpa memberi solusi lain agar Fakir miskin dapat keluar dari kemiskinannya

Selain itu Imperalis selalu memberikan dalil-dalil berupa kata-kata bijak agar Fakir miskin tidak meronta atas nasib dirinya. Kata-kata bijak itu misalnya;

  • Manusia sudah ada jatah rezekinya dari Tuhan
  • Narimo Ing Pandum
  • Makan tidak makan tidak apa, yang penting kumpul
  • Orang yang narimo besar pahalanya dll.

Dengan tugas departemen sosial yang diciptakan para pakar ekonomi aliran Imperialis diharapkan kestabilan kemiskinan tetap terjaga.

Bahkan Ekonom beraliran Imperialis memunculkan hukum baru berupa hukum kekekalan kekayaan. Hukum ini muncul sebagaimana nyanyian H. Roma Irama, “yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin”

Lagu ini sangat cocok dan selaras juga dengan hukum kekekalan kemiskinan. Bagaimana solusinya agar teori hukum kekekalan kemiskinan bisa kita bantah kebenarannya. Caranya salah satunya tingkatkan Literasi anak bangsa.

Apa itu Literasi?

Literasi adalah “Kemampuan nalar seseorang dalam mengakses, memahami dan menggunakan infarmasi secara cerdas”

Secara logika dan nalar bagi anak-anak yang cerdas (literat), Indonesia ini Negara kaya secara alami, sedang Negara lain “ngluruk” (bahasa jawa) atau mengembara ke Indonesia mencari sumber alam untuk kehidupan di Negaranya, mereka bisa kaya raya, atau jadi Negara maju, padahal mereka datang ke Indonesia ribuan kilometer jauhnya dari Indonesia untuk mengambil kekayaan Indonesia, kok kita yang dititik nol yang tidak perlu biaya transportasi tidak bisa maju.

Tuhan telah memberikan keunggulan berupa kekayaan alam dan sumber energi yang tidak dimiliki Negara lain, seharusnya para Ekonom bangsa Indonesia membuang jauh-jauh teori hukum kekekalan kemiskinan yang diuraikan di atas. Sebaiknya residu yang melekat diotak para pakar ekonomi dari sang imperialis buang jauh-jauh dan setialah kepada NKRI.

Bukankah Negara NKRI di dirikan dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial?

Hanya dengan cara mencerdaskan kehidupan bangsa (Literasi) teori hukum kekekalan kemiskinan bisa kita bantah dan kita buktikan, bahwa kemiskinan bisa dirubah, bisa kita buang dan kemakmuran dan keadilan Negara ini dapat kita wujudkan.

Penulis: M. Hadi

Related Post

Leave a Comment