Pemerintah c.q. kemendikbud ke mana saja dalam rentang 2000-2015? Apakah tidak ada upaya mendongkrak kompetensi literasi siswa dan guru serta membangun budaya membaca di sekolah?
Inprasa.com, Pekanbaru – Terbitnya Permendikbud No. 23 th 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti tidak lepas dari konteks global. Literasi menjadi subjek pengukuran oleh beragam survei internasional. Indonesia sendiri, sejak 2000, berpartisipasi dalam survei PISA. Sayangnya, di tiap survei 3 tahunan itu, posisi Indonesia selalu berada di posisi terbawah, jauh di bawah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Menurut survei teranyar PISA 2015 yang diumumkan pada 6 Desember 2016, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 72 negara yang disurvei. Survei yang dilakukan Progress in Intertional Reading Literacy Study (PIRLS) dan Trends in International Mathematics and Sciene Study (TIMSS) Jjuga tidak mendongkrak peringkat Indonesia.
Hamid Muhammad, Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, gemar membaca keluhan dan nada putus asa masyarakat di berbagai media massa atas kondisi ini. “Apa kata yang sering disandangkan pada paparan tentang kegiatan membaca dan kompetensi membaca siswa Indonesia di banding negara lain? Yaitu: “memprihatinkan, buruk, rendah, tertinggal, dll.” Katanya. Penyampaian pernyataan prihatin tanpa berpartisipasi mengubah kondisi, baginya, seperti mengolok-ngolok diri sendiri.
Guru-guru SMP Se-Kota Pekanbaru, berdiskusi dengan Tim Literasi Inti Prima Aksara (INPRASA) |
Pertanyaan kemudian yang harus dijawab adalah : “pemerintah c.q. kemendikbud ke mana saja dalam rentang 2000-2015? Apakah tidak ada upaya mendongkrak kompetensi literasi siswa dan guru serta membangun budaya membaca di sekolah?”
Berbagai cara Pegiat Literasi berusaha memahamkan kepada birokrasi yang belum memahami tujuan akhir Gerakan Literasi Sekolah, lagi-lagi masih banyak alasan bahwa gerakan itu hanyalah gerakan sesaat yang tidak berdampak apapun terhadap karirnya dan justru cenderung merepotkan saja katanya.
Oleh karena itu sebaiknya sosialisasi Gerakan Literasi Sekolah terus digerakkan oleh Kemendikbud dan Instansi terkait hingga sampai level terbawah.
Agar Program Gerakan Literasi Sekolah ini berhasil, coba ayo kita simak penjelasan berikut ini:
“Tujuan akhir Gerakan Literasi bukanlah sekedar menciptakn budaya baca, melainkan budaya baca merupakan tujuan antara yang mengantarkan pembaca menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur.”
Sekolah diharapkan menciptakan anak-anak suka membaca seumur hidup mereka, sebab dengan membaca mereka akan terdidik secara mandiri hingga dewasa. Melalui proses membaca mereka akan dapat ilmu pengetahuan, dengan ilmu pengetahuan mereka dapat mendapatkan solusi atas problem pada diri mereka.
Saat mereka membaca saat itu pula mereka menganalisa dengan cara berdiskusi dengan orang terdekat. Setelah itu baru ada keputusan terbaik untuk memutuskan tindakan yang harus dilakukan. Jadi efek dari membaca adalah cukup dahsyat, yakni kemampuan seseorang untuk menganalisa hasil ia membaca yang dapat menentukan hasil akhir hidupnya. Oleh karena itu diibaratkan seseorang yang tidak pernah membaca “ibarat tubuh tanpa jiwa.”
Hambatan dan tantangan memang cukup banyak dalam Gerakan Literasi Sekolah, namun demikian yang perlu dicatat tidak ada satu negeri dimanapun di dunia ini bisa maju tanpa diawali dari proses membaca. Oleh karenanya mari ciptakan generasi milinial kita menjadi generasi yang gemar membaca agar 10 s.d. 20 tahun kedepan kita memiliki pemimpin yang berwawasan luas yang mampu membawa bangsa ini sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang telah lebih maju dari bangsa Indonesia syukur dapat melampaui mereka. Aamiin.
Pendongeng nasional kelas dunia, Kak Agus DS, Master of Storyteller menularkan semangat literasi kepada Para Guru |
Posisi strategis untuk menularkan virus gemar membaca adalah Guru. Guru merupakan ujung tombak dalam hal menularkan virus membaca kepada anak didiknya.
Dapat digambarkan “seandainya guru ingin menularkan virus flu ke anak-anak maka tutup ruang kelas batuklah dalam ruangan itu, maka murid-murid tidak lama akan ikut batuk karena terkena virus flu, tetapi si guru harus betul-betul sedang kena virus flu, jika guru tidak punya virus flu maka guru batuk-batuk berkali-kali viruspun tidak akan menular ke anak-anak.” Ini menggambarkan bahwa “guru adalah teladan buat anak-anak dalam kelas. Apa yang dilihat dan didengar anak itulah virus yang akan menular ke anak-anak.”
Semoga mulai hari ini muncul pegiat-pegiat literasi, hal ini ditandai adanya antusias para guru bidang studi Bahasa Indonesia se-Kota Pekanbaru saat melakukan sosialisasi Gerakan Literasi Sekolah bersama PT. Inti Prima Aksara (INPRASA) yang dimotori Kak Agus DS dan Bapak Mustajab Hadi serta dihadiri pejabat Instansi terkait yang dilaksanakan di SMPN 13 Pekanbaru.