Inprasa.com, Pekanbaru – Buku cerita fiksi “Hikayat Gunung Padang” yang mengisahkan seorang putri cantik jelita. Wajahnya seperti bulan purnama empat belas. Bibirnya asam seulas, dagunya lebah bergantung, dan berlesung pipit di pipinya. Bila ia berkata, suaranya merdu bagai suara seruling buluh perindu. Gadis itu bernama Puti Arau.
Buku “Hikayat Gunung Padang” karya Amran SN diterbitkan oleh PT. Inti Prima Aksara, Edisi Pertama, 2009. Buku setebal 20 halaman, di pasarkan pada September 2009.
Baik, sahabat INPRASA. Sinopsis buku cerita “Hikayat Gunung Padang”, mungkin tidak bisa mengungkap sisi menarik dari cerita ini. Namun, dapat memudahkan pembaca untuk memahami sekilas cerita ini, sehingga tertarik untuk melanjutkan atau menuntaskan bacaan ini.
Putri Arau merupakan anak seorang raja di Negeri Kotakarang, dipimpin oleh Raja Tuo. Ia dikenal arif dan bijaksana, patihnya bernama Tuan Basa.
Suatu hari seorang raja dari Negeri Naga bernama Baginda Ppadang berburu bersama beberapa orang pembantunya di kawasan hutan kerajaannya. Seminggu sekali, Baginda Padang berburu ke hutan, ia memang pemburu handal. Bidikannya tidak pernah meleset.
Buku Cerita Fiksi, “Hikayat Gunung Padang |
Tapi kali ini Baginda Padang merasa sial, karena hampir menjelang senja rombongan mereka belum menemukan seekor burung pun. Baginda Padang mendengus, ia menengadah ke langit. Tiba-tiba tersentak sang raja itu melihat pelangi melengkung di angkasa.
“Kalian tahu kenapa adapelangi di atas istana?”
Malin dan teman-temannya menengadah ke atas dan coba menelusuri asal-usul pelangi itu. Malin tiba-tiba ingat, ia pernah ke Negeri Kota-karang. Di Negeri tersebut ia sering melihat muncul pelangi dari atas anjungan istana Kota-karang.
Kemudian Malin bertanya kepada penduduk Negeri Kota-karang, “Kalian tahu mengapa ada pelangi di atas sana?” Lalu salah satu penduduk Negeri menjawab, “Pelangi itu berasal dari cahaya tubuh Puti Arau. Dia, Putri Rajo Tuo. Raja Negeri ini”.
Seketika itu juga Baginda Padang meradang, ia menghentakkan kakinya ke tanah. Maka berguncanglah tanah dan batu tempat duduk sanng raja itu. Malin melihat Baginda Padang tampak tertarik dengan Putri Negeri Kota-karang itu.
“Bila Puti Arau anak gadis Rajo Tuo. Maka inilah kesempatan untuk balas dendam. “Kalau tak Selibu Ke Menak pun jadi. Kalau tak dapat ibunya, anak pun jadi,” gumam Baginda Padang.
Tiba di istana Naga, Baginda Padang memerintahkan Malin berangkat ke Negeri Kota-karang. “Lamar Puti Arau untukku.. soapkan kapal besar, dan bawa peti-peti berisi emas dan intan untuk Rajo Tuo.”
Singkat kisah, Malin beserta rombongannya tiba hadapan Rajo Tuo. Lalu menghaturkan sembah. “Kami datang dengan hati yang suci dan wajah yang jernih. Kami utusan Baginda Padang dari Negeri Saga.” Rajo Tuo sedikit terperanjat mendengar ucapan Malin beserta melihat sepuluh peti berjejer di lantai.
“Raja kami, Baginda Padang bermaksud hendak melamar putri Negeri Kota-karang. Beliau menyuruh kami menghantarkan hadiah tanda suci hatinya. Sepuluh peti ini berisi emas, intan, berlian, kain sutera cina.”
Anggukan Rajo Tuo dilihat Malin. Gerah seketika utusan Baginda Padang itu. Jika dugaannya tentang anggukan Rajo Tuo tersebut, pastilah ia akan dibentak raja negeri Naga itu. Mungkin saja bukan bentakan yang diterimanya, bisa saja lebih buruk dari itu.