Inprasa.com, Pekanbaru – Buku cerita fiksi “Pangeran bin Abdullah” berisi kisah yang dialami seorang Pangeran yang masih muda belia. Bercerita tentang peristiwa lucu dan kadang kurang pas sering terjadi.
Beruntung, sering datang petunjuk ataupun saran dari berbagai pihak, penasehat kerajaan, sahabat maupun dari masyarakat biasa. Perjalanan hidup Pangeran Haidar menjadi mulus, tidak banyak mengalami kendala.
Alhamdulillah, penerbit PT. Inti Prima Aksara (INPRASA), pada Sabtu, 26 Januari 2019 berhasil mencetak dan menerbitkan buku cerita fiksi “Pangeran Haidar bin Abdullah”, dan sobat INPRASA sudah bisa mendapatkan buku ini di INPRASA Bookstore, bisa di akses melalui link di Blog ini.
Penulis buku ini, Winarno GN, berisi iv + 44 halaman, ukuran buku; 14,8 x 21 cm. dalam daftar isi terdapat 4 judul bab, pertama, Anjuran Menanam Pohon. Kedua, Perjalanan Mencari Ilmu. Ketiga, Penampilan, dan keempat, Buah Beringin.
Buku ini menarik dibaca, dan enak dilihat, karena berisikan gambar ilustrasi yang menyukakan hati siapa saja, dibuat sendiri oleh penulisnya, Winarno GN.
Buku cerita “Pangeran Haidar bin Abdullah” |
Pangeran Haidar bin Abdullah adalah seorang anak yang masih muda belia. Suatu saat, ia datang ke kediaman mantan prajurit istana yang sedang menanam pohon. Namanya, Paman Husni, seorang prajurit yang telah mengabdi lama di istana.
Paman Husni menghabiskan sisa hidupnya dengan menyibukkan diri menanam pohon. Mendengar kabar itu, Pangeran Haidar keheranan, mengapa Paman Husni mau bersusah payah menanam pohon.
Pangeran Haidar tertawa terpingkal-pingkal melihat apa yang dikerjakan Paman Husni, “Aku tidak tahu apanya yang lucu,” tanya Paman Husni.
Menurut Pangeran Haidar, apa yang dilakukan Paman Husni adalah pekerjaan yang merepotkan, karena untuk mendapatkan buah-buahan, tinggal membeli saja di Pasar, dan persoalan beres.
“Jambu, pepaya, lengkeng, mangga atau buah-buahan yang lainnya, bisa kita dapatkan dengan mudah di pasar. Harganyapun tidak mahal. Mengapa kita mesti menanam sendiri?,” tanya Pangeran Haidar.
“Apa yang Pangeran katakan tidak salah.” kata Paman Husni.
“Lalu, mengapa paman menanam pohon buah-buahan?, buang-buang waktu saja,” kata Pangeran Haidar.
“Sepertinya memang begitu,” sahut Paman Husni.
“Tetapi kita mesti tahu, bahwa apapun yang kita kerjakan, apabila dilandasi dengan niat ibadah tentu tidak akan sia-sia, karena buah pekerjaan yang kita lakukan merupakan sedekah, yang jika dihitung imbalannya, boleh dikata tak terbatas.” jelas Paman Husni.
Mendengar penjelasan Paman Husni, membuat Pangeran Haidar menyadari, ternyata apa yang dikerjakan Paman Husni, menyibukkan diri menanam pohon bernilai ibadah yang tak terbatas. Dengan menanam pohon, genarasi di masa mendatang dapat menikmati hasilnya, dan bisa menjadi bekal dihari esok bagi orang yang mau menanam pohon.
Beberapa hari kemudian, Pangeran Haidar sering menemui petani untuk belajar lebih mendalam cara menanam buah-buahan, dan mencoba mempraktekan.
“Ternyata menanam pohon tidaklah terlalu sulit. Asal ada kemauan insyaAllah bisa berhasil,” kata Pangeran Haidar dihadapan para petani.
Para petani di seluruh penjuru negeripun menyambutnya dengan suka cita. Terutama petani yang masih muda, seumuran Pangeran Haidar.
Masyarakat sangat antusias, sehingga hasil pertanian, buah-buahan melimpah ruah. Kebutuhan masyarakat tercukupi, sebagian buah-buahan dikirim ke pasar untuk diperdagangkan, dan kesejahteraan masyarakat semakin bertambah.
Pangeran Haidar pun, ternyata mengingat apa yang pernah disampaikan Paman Husni, yang berbunyi; Aku mendengar Rasulullah membisikkan pada telingaku ini, yaitu: “Barang siapa menanam sebatang pohon, kemudian tekun memelihara dan mengurusnya hingga berbuah, maka sesungguhnya baginya pada tiap-tiap sesuatu yang dimakan dari buahnya merupakan sedekah di sisi Allah”. (Hadist riwayat Ahmad).