Cerita Fiksi "Telur Emas"

Inprasa.com, Pekanbaru – Buku cerita fiksi “Telur Emas” yang mengisahkan seorang lelaki serakah bernama Bagong. Kisah ini berawal ketika Bagong mengambil alih semua harta peninggalan milik orang tuanya.

Buku “Telur Emas”, karya Winarno GN diterbitkan PT. Sutra Benta Perkasa, Edisi pertama, 2007. Buku setebal 28 halaman, di pasaran pada Senin, 1 Januari 2007.

Baik, sobat INPRASA. Sinopsis buku cerita “Telur Emas”, mungkin tidak bisa mengungkap sisi menarik dari cerita ini. Namun, dapat memudahkan pembaca untuk memahami sekilas cerita ini, sehingga tertarik untuk melanjutkan atau menuntaskan bacaan ini.

Sinopsis, Cerita Fiksi “Telur Emas”

Ketika Bagong ingin melanjutkan usaha orang tuanya, berdagang. Tetapi Bagong bukannya membuat usaha dagang itu lancar. Melainkan tersendat-sendat, karena Bagong tidak memiliki pengetahuan tentang berdagang.

Kemudian Bagong merasa sangat sedih karena kegagalannya dalam melanjutkan usaha orang tuanya. Akhirnya Bagong memilih untuk pergi mengembara tanpa tujuan yang pasti.

Dalam perjalanannya, Bagong bertemu dengan seekor Ayam yang badannya gemuk serta memiliki bulu yang indah. Berbeda dengan ayam-ayam yang pernah dilihat sebelumnya.

Ketika Bagong asik mempertahika. Ayam tersebut. Tiba-tiba Ayam yang memiliki bulu indah itu memandang Bagong dan berkata, “Hai manusia, siapa namamu?”

Alangkah terkejutnya Bagong mengetahui ayam tersebut mampu berbicara seperti manusia. Lalu muncullah dalam pemikiran Bagong jika ini adalah ayam peliharaan dewa.

Bagong pun menjawab pertanyaan Ayam tersebut dengan tergagap, “Nama saya Bagong.”

“Tapi mengapa namamu seperti nama tokoh dalam cerita wayang?”

“Ya, namaku memang seperti nama tokoh dalam cerita wayang. Tetapi aku bukan wayang, aku manusia biasa.” Tutur Bagong.

Bagong terkesima dengan kejadian ini. Baru sekali ini dia melihat Ayam dengan bulu yang sangat indah dan bisa berbicara. Bahkan Bagong tak berkedip memandang Ayam tersebut.

“Bagong, rupanya hatimu sedang dirundung kesedihan. Mengapa?” tanya Ayam beberapa saat kemudian.

“Benar, hatiku sangat sedih.” jawab Bagong.

“Ceritakan padaku, apa yang sedang kau alami. Mungkin aku dapat memberi saran atau menolong untuk meringankan penderitaanmu.” pinta Ayam.

Walaupun dengan rasa ragu-ragy dan setengah tak percaya akan kemampuan Ayam. Akhirnya Bagong mulai bercerita.

“Dahulu orang tuaku adalah orang yang kaya raya. Kekayaannya melimpah ruah, namun ternyata mereka tidak  berumur panjang. Setelah kedua orang tuaku tiada, semua kekayaan menjadi milikku. Tetapi, kini aku jatuh miskin. Hidupku susah dan usaha dagangku tidak berhasil. Selalu saja rugi.” kata Bagong sambil menahan kesedihan di dadanya.

“Tenangkan saja hatimu. Kau tak perlu khawatir. Aku akan berusaha menolongmu.” hibur sang Ayam.

“Aku tahu, kau belum mempercayaiku. Sudahlah, percaya saja padaku.” kata Ayam.

“Buanglah jauh-jauh keraguanmu. Bawalah aku pulang sekarang. Nanti kau akan tahu, bagaimana aku menolongmu agar kekayaanmu pulih kembali seperti sedia kala.” kata Ayam meyakinkan Bagong.

Dengan perlahan, Bagong mendekap sang Ayam. Tanpa membuang waktu, mereka segera berangkat. Beberapa hari kemudian, mereka sampai di rumah.

Setelah istirahat untuk melepas lelah, Bagong pergi ke halaman belakang. Ia memotong beberapa batang Bambu untuk membuat kandang ayam yang kuat dan bagus.

“Nih, kandang untukmu telah jadi. Kau boleh tinggal di dalam kandang ini dengan nyaman, aman dan tenteram.” kata Bagong sambil mempersilahkan Ayam masuk kandang.

“Siapa namamu?” tanya Bagong.

“Aku tak punya nama.” jawab Ayam.

“Bagaimana aku memanggilmu?” tanya Bagong.

“Terserah saja, aku menurut.” jawab Ayam.

“Baik, aku akan memberi nama untukmu.” Bagong berpikir sejenak. Lalu berkata, “Begini, karena kau kutemukan di tengah hutan atau rimba. Maka kuberi nama Ayam Rimba. Kau adalah Ayam Rimba, dengan nama panggilan Arimba. Ya, panggilan yang bagus. Enak didengar.” Bagong tertawa senang.

Keesokan harinya Arimba mendekati Bagong yang tengah melamun. “Apakah kau lapar?” tanya Bagong.

“Aku belum lapar. Lagi pula makanan pemberianmh tadi pagi masih ada.” jawab Arimba.

“Syukurlah jika begitu. Tetapi, kapan kau mulai melakukan sesuatu untuk mewujudkan keinginanku jadi kaya?” tanya Bagong.

“Jangan khawatir. Sekarang juga kau dapat memeriksa kandangku. Lihatkah, ada apa di sana!” kata Arimba sambil menunjuk kandang.

Ternyata di kandang Arimba ada sebutir telur. Tetapi ini bukan telur biasa, melainkan telur emas. Telur emas itu sangat mahal harganya. Jika Bagong menjualnya, pasti akan mendapat uang yang banyak. Tak mengherankan jika beberapa bulan kemudian, Bagong telah kembali menjadi orang kaya. Bahkan kini telah menjadi orang terkaya di daerahnya.

Suatu ketika, ada seorang wanita tua datang meminta sedekah kepada Bagong. Tetapi, Bagong memandang wanita itu dengan wajah tak senang. Lalu ia berkata, “Hai, wanita fua dan jelek! Enyahlah dari hadapanku!”

Melihat Bagong memegang sepotong kayu, wanita tua itu ketakutan. Kemudian ia berjalan tertatih-tatih meninggalkan tempat itu.

Suatu ketika, Bagong memanggil Arimba dengan siulannya. Setelah Arimba datang, Bagong mengatakan bahwa dirinya belum merasa puas dengan kekayaan saat ini. Ia meminta Arimba mengubah kebiasaannya, jika biasanya Arimba bertelur satu butir setiap hari. Maka, sekarang Arimba harus bertelur dua butir setiap hari.

Lalu Arimba berkata “Kau tidak saja tamak. Tetapi juga kikir. Beberapa hari lalu kau mengusir wanita tua yang meminta sedekah. Bahkan wanita itu miskin dan sedang lapar.” tutur Arimba.

“Sudahlah, aku tidak mau berdebat. Yang penting aku perintahkan padamu untuk bertelur setiap hari dua butir. Harus!”

Arima tersenyum, lalu menjawab, “Maaf, aku tidak dapat memenuhi permintaanmu.”

Penolakan Arimba membuat Bagong naik darah, sehingga Bagong mengambil sepotong kayu dan batu-batu untuk dilempar kearah Arimba. Beruntungnya, Arimba berhasil meloloskan diri dan masuk ke dalam hutan.

Keesokan harinya Bagong mencari Arimba. Tetapi sia-sia. Arimba tak juga ditemukan. Bagong kini menyadari kesalahannya. Kini ia kehilangan Ayam ajaibnya.

Setelah peristiwa itu, Bagong menangis tersedu-sedu sepanjang hari. Hingga pada suatu hari tersiar kabar bahwa Bagong jatuh sakit. Pada akhirnya warga mendiskusikan hal tersebut bersama Pak RT, untuk segera memanggil tabib.

Setelah Bagong dalam masa perawatan. Kekayaannya habis untuk biaya pengobatannya. Kini Bagong mulai tabah menjalani hidup dan rajin beribadah.

Beberapa tahun kemudian, Bagong berkenalan dengan seorang gadis, anak seorang petani yang taat. Karena merasa cocok akhirnya mereka menikah dan dikaruniai seorang anak yang mungil, manis dan menyenangkan. Mereka hidup sangat bahagia.

Related Post

Leave a Comment