Dosa Besar Kemendiknas

Semua kecelakaan diawali dari Pelanggaran termasuk kecelakaan yang terjadi di Kemendiknas dan Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau.

Sering terjadi pelanggaran di semua sektor kehidupan lebih sering disebabkan karena kurangnya  Literasi oleh masyarakat dan para pemegang otoritas kekuasaan.

Menurut pengamatan beberapa ahli pendidikan, rendahnya  minat baca juga akan berakibat menimbulkan krisis akal sehat. Jika masyarakat sudah kehilangan akal sehat, dan tidak mempunyai nalar yang baik, maka sudah dapat dipastikan masyarakat tidak akan mampu menyelesaikan persoalan pribadi maupun persoalan bersama atau kelompok, lantaran tidak ada nalar yang bisa menuntun masyarakat menuju penyelesaian masalah, jika hal ini terjadi jalan yang masyarakat tempuh masyarakat akan berbuat pelanggaran yang akhirnya berujung kecelakaan.

Manusia Literat atau manusia Pembelajar merupakan dasar bahwa manusia akan mampu tumbuh lebih kuat. Oleh karena itu kekuatan suatu bangsa dapat diukur dari seberapa besar tingkat Literasi rakyatnya.

Literasi bukan sekedar menghafal rumus-rumus dalam ilmu matematika, menghafal rumus dalam ilmu kimia, ilmu fisika, dan ilmu lain yang di ebtanaskan, melainkan literasi merupakan kematangan atau kemampuan seseorang menggunakan nalarnya dalam rangka mengakses, memahami dan menggunakan informasi secara cerdas atau bijak.

Banyak sekali persoalan hidup manusia yang tidak dapat diselesaikan dengan rumus-rumus matematika, rumus fisika, kimia dan ilmu lain yang di ebtanaskan dan di ujiankan di sekolah atau dikampus. Bahkan yang keluar diujian akhir saat di bangku sekolah atau kuliah jarang ditemukan di dunia nyata. Bahkan masalah seperti di bawah ini tidak pernah keluar di ebtanas, tetapi ada di depan hidung kita sehari-hari. Masalah itu seperti;

  1. Kenapa kabut asap selalu muncul di Riau setiap musim kemarau?
  2. Kenapa para pemimpin kita senang melakukan pencitraan demi melanggengkan kekuasaan?
  3. Kenapa sudah usia lebih dari 60 tahun masih suka bohong?
  4. Mengapa orang gampang emosi, bunuh diri, merampok, merampas dan lain sebagainnya?
  5. Mengapa sekarang kesetiakawanan sosial mudah putus?
  6. Mengapa sekarang anak-anak muda malas membaca informasi yang ada dalam buku, majalah jurnal dan lain-lain?
  7. Mengapa kuku kita harus selalu dibersihkan dan dipotong?
  8. Mengapa rambut orang tua kita berubah dari hitam menjadi putih?
  9. Mengapa isi kompor LPG 3 Kg di dapur tempat Ibu kita memasak cepat habis?
  10. Mengapa sekarang semua barang-barang kebutuhan pokok mahal dan hidup semakin sulit?

Pertanyaan-pertanyaan di atas jarang dikupas atau didiskusikan di ruang-ruang kelas, padahal problem di atas terjadi di depan mata setiap hari.

Itulah pentingnya literasi agar dapat mengasah nalar kita semua, supaya problem hidup dapat diselesaikan tanpa melibatkan orang lain, melainkan cukup membuka literature-literatur yang tersedia yang dapat digunakan untuk membantu menyelesaikan masalah.

 Ketika literasi yang sudah dicanangkan lima tahun yang lalu seakan berhenti di persimpangan jalan, ada gaung yang justru meninabobokkan kita dalam ilusi kemajuan semu, seperti:

  1. Sekarang ini nilai ebtanas anak-anak semakin meningkat
  2. Anak-anak milenial kita sudah menggunakan Kurikulum yang dapat menyongsong abad 21
  3. Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau yang disusun Lembaga Adat Melayu Riau (LAM R) telah disahkan gubernur Riau
  4. Minat baca anak Indonesia sudah melampaui Negara Singapura dan Negara lain di Asia Tenggara
  5. “Literasi tidak penting, sebab tidak di ebtanaskan dan tidak ada nilai dalam rapot.” Ucap beberapa guru di beberapa sekolah. 

Kondisi riil di lapangan sering dijumpai bahkan hampir disetiap sekolah di jumpai kata-kata seperti itu. Itu menunjukkan, para guru belum memahami, apa sesungguhnya fungsi dan manfaat Literasi itu.
Kembali ke-Pokok bahasan tentang Dosa besar kemendiknas dan Dosa kecil Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota di Provinsi Riau

Dosa Besar Kemendiknas

Kemendiknas telah membuat standar bahwa sukses belajar dapat diukur dari hasil nilai saat ebtanas. Jika dinilai ebtanas bagus maka hasil belajar anak-anak bagus. Sebaliknya jika nilai ebtanas buruk, maka si anak dapat dikatakan gagal dalam proses belajar.

Bisa kita cermati bahwa banyak guru maupun orangtua kita lupa akan tujuan pendidikan. Mereka fokus untuk mendapatkan “Nilai” yang dikonversikan kedalam bentuk angka dengan tujuan sebagai standarisasi mata pelajaran tertentu, bukan mengajarkan kematangan nalar/pola pikir anak.

Guru/orangtua lupa bahwa kemajemukan, keragaman, persoalan dan tantangan kehidupan serta harapan akan masa depan anak jauh lebih komplek dibanding sekedar skor berupa nilai dalam rapot mereka.

Dosa besar yang dilakukan Kemendiknas ini menurun dan diwarisi ke anak cucunya yakni Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten, atau Kota. Mereka bersumpah serapah dengan segala cara harus berhasil menjadi juara di Provinsi, Kabupaten/Kota dengan Nilai ebtanas terbaik.

Mereka lakukan daya dan upaya demi Nilai ebtanas, sebab mereka berangapan bahwa Nilai sama dengan kehormatan.

Karena patron dari atas sudah demikian, maka setiap proses belajar mengajar di ruang kelas harus berujung pada hasil, yakni berupa Nilai, oleh karena itu, segala sesuatu usaha yang dilakukan guru tidak akan punyai Nilai dihadapan atasannya jika tidak punya adil terhadap bertambahnya nilai dalam rapot/ebtanas. Itulah Dosa yang harus ditanggung masyarakat, itu semua karena Esensi tujuan pendidikan jauh dari tujuan awal sebagaimana yang tercantum di UUD 1945.

Bagaimana dengan Dosa kecil yang dilakukan oleh Dinas Provinsi/Kabupaten atau Kota di Provinsi Riau?

Selain mewarisi dosa besar dari Bapaknya (Kemendiknas) Dinas Provinsi, Kabupaten/Kota juga membuat dosa kecil. Dosa kecil itu misalnya Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Kabupaten atau Kota di Provinsi Riau sampai saat ini tidak mampu menyusun kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau (BMR).

Seharusnya Dinas Provinsi, Kabupaten atau Kota yang ada di Provinsi Riau sudah berhasil menyusun kurikulum BMR dan perangkat lainnya seperti bahan ajar, guru dan anggaran yang diperlukan.

Perda tentang BMR sudah ditandatangani Senin 29 Juli 2013 empat tahun lalu, Pemgub juga sudah menindak lanjuti atas perda tersebut. Padahal pembelajaran BMR pada hakekatnya untuk mewujudkan Visi misi Riau 2020, yakni Riau akan menjadi pusat kegiatan Ekonomi dan Budaya di kawasan Asia Tenggara.

Ketidakmampuan Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota dalam menyusun kurikulum Mulok BMR lebih disebabkan karena Provinsi Riau tidak serius dalam mewujudkan Visi misi Riau tahun 2020.

Buktinya tahun 2020 tinggal enam bulan lagi. Dimana letak keseriusan Pemprov dalam mewujudkan bahwa Riau sebagai pusat kegiatan Ekonomi dan Budaya di Provinsi Riau?

Saking tidak seriusnya, ada dosa kecil tambahan yang dilakukan Dinas pendidikan yakni kurikulum BMR disusun oleh lembaga non pemerintah. ANEH BIN AJAIB BUKAN?

Kemana saja tuan-tuan?

Pendidikan adalah fondamental ketahanan bangsa, jika kurikulum pendidikan sudah diurus dan diambil alih lembaga non pemerintah yang sama sekali tidak memiliki kompetensi dibidangnya, tunggu kehancuran bangsa ini. Semoga para pemegang otoritas Pemerintahan di Provinsi Riau lekas sadar se sadar sadarnya bahwa itu langkah keliru dan segera dilakukan pembetulan

Penulis: M. Hadi

Related Post

1 Comment

Leave a Comment